BAB I
PENDAHULUAN
- A. Latar belakang
Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan NonKardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri kronik.
Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita. Berdasar perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita edema paru dan setiap tahunnya bertambah 400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan jumlah penderita akan bertambah setiap tahunnya.
- B. Rumusan masalah
- Apakah definisi Edema paru?
- Apa sajakah etiologi Edema paru?
- Bagaimanakah perjalanan penyakit (patofisiologi) Edema paru?
- Apa sajakah manifestasi klinis Edema paru?
- Apa saja pemeriksaan penunjang Edema paru?
- Bagaimanakah penatalaksanaan medis Edema paru?
- Apa saja komplikasi pada edema paru?
- Bagaimana proses pengkajian pada Edema paru?
- Apa sajakah diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada Edema paru?
- Bagaimanakah perencanaan keperawatan pada Edema paru?
- C. Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas Respirasi III dari dosen pembimbing mengenai Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Diagnosa Medis “Edema Paru”.
- D. Tujuan Khusus
- Mengetahui definisi Edema paru
- Mengetahui etiologi Edema paru
- Menjelaskan patofisiologi Edema paru
- Mengidentifikasi tanda dan gejala Edema paru
- Mengetahui pemeriksaan penunjang Edema paru
- Mengetahui penatalaksanaan Edema paru
- Mengetahui komplikasi pada Edema paru
- Mengindetifikasi proses pengkajian pada Edema paru
- Mengetahui diagnosa keperawatan yang muncul pada Edema paru
- Mengetahui perencanaan keperawatan pada Edema paru
- E. Sistematika penyusunan
Penyusunan makalah ini terdiri atas empat (IV) bab yang disusun secara sistematis meliputi :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang,rumusan masalah, tujuan umum, tujuan khusus, sistematika penyusunan dan ruang lingkup penyusunan
BAB II : Pembahasan yang terdiri atas konsep dasar penyakit Edema paru meliputi pengertian,etiologi, mekanisme terjadinya, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan medis dan komplikasi
BAB III : Asuhan Keperawatan yang terdiri atas Pengkajian, Diagnosa, Perencanaan Keperawatan
BAB IV : Penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran
- F. Ruang lingkup penyusunan
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menggunakan metode deskriftif yaitu dengan menggambarkan konsep dasar dari penyakit Edema Paru dan asuhan keperawatannya dengan literatur yang diperoleh dari buku-buku perpustakaan, internet, dan diskusi dari kelompok.
BAB II
PEMBAHASAN
- A. Definisi
Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler dalam paru. ( Arief Muttaqin, 2008 )
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik rongga interstitial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tindak lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar menimbulkan dispneu sangat berat. (Smeltzer,C.Suzanne.2008.hal 798). Kongesti paru terjadi bila dasar vaskuler paru penerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan, yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Sedikit ketidakseimbangan antara aliran masuk dari sisi kanan dan aliran keluar pada sisi kiri jantung tersebu mengaibatakan konsekuensi yang berat.
Edema paru adalah akibat dari perubahan fisiologis tekanan dalam paru seperti ketika aliran darah berlangsung sangat cepat dan tidak normal sehingga terlalu membebani sistem sirkulasi tubuh yang kemudian menyebabkan terakumulasinya cairan dalam paru. ( KMB Joko Setyono hal: 55 )
Edema paru adalah terkumpulnya cairan extravaskuler yang patologis di dalam paru. ( Ilmu Penyakit Dalam Jilid II hal : 767 )
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk bernapas.
- B. Etiologi
Menurut Arif Muttaqin.2008. Edema paru disebapkan karena 2 hal yaitu :
- Peningkatan tekanan hidrostatik
- Peningkatan permeabilitas kapiler paru
Secara garis besar Edema Paru dibagi menajdi 2 garis besar yaitu :
- Kardiogenik
- Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral)
- Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri
- Peningkatan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteri pulmonalis
- Post cardioversion
- Eclampsia
- Non Koardiogenik
- Pneumonia
- Pneumonitis radiasi akut
- Bahan vasoaktif endogen
- Aspirasi asam lambung
- Peningkatan tekanan onkotik interstitial
- Bahan toksik ihalan
- Bahan asing dalam sirkulasi seperti bisa ular, endoktoksin, dan bakteri
- Emboli paru
- Post cardiopulmonary bypass
- Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura
- C. Patofisiologi
Pemahaman mengenai mekanisme ini memerlukan tinjauan mengenai pembentukkan dan reabsorbsi cairan paru serta struktur ultra paru. Ruang alveolar dipisahkan dari interstisium paru terutama oleh sel epitel alveoli Tipe I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barier relatif nonpermiabel terhadap aliran cairan dari interstitium ke rongga – rongga udara (spaces). Faktor penentu yang paling penting dalam pembentukkan cairan ekstravaskuler adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen kapiler dan ruang interstitial, serta permeabilitas sel endotelium terhadap air, zat terlarut (solut) dan molekul besar seperti protein plasma. (Aryanto,1994)
Ciri perubahan dini pada edema paru adalah terjadinya peningkatan aliran limfatik. Perubahan ini terjadi karena saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang mengelilingi arteriola paru dan saluran pernafasan yang kecil pembekaan saluran limfatik ini akan berdampak pada struktur sekitarnya dan mengakibatkan terjadinya prubahan hubungan tekanan pada struktur tersebut. Salah satu akibatnya adalah adanya obstruksi pada saluran kecil yang telah dibuktikan sebagai perubahan fisiologis dini pada klien dengan gagal jantung kiri mengingat lesi ini tidak merata disaluran paru, maka timbul perubahan dalam distribusi, ventilasi, dan perfusi yang kemidian menyebabkan terjadinya hipoksemia ringan terkenanya arteriola kecil juga menyebabkan gambaran radiologis dini pada gagal jantung kiri, yaitu suatu redistribusi aliran darah dari basis ke apek paru pada klien dengan posisi tegak.
Jika terbentuknya cairan intersisial melebihi kapasitas sistem limfatik, maka terjadi edema dinding alveolar. Pada fase ini komplan paru berkurang hal ini menyebabkan terjadinya takipneu yang mungkin tanda klinis awal pada klien dengan edema paru. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah menyebabkan hipoksenia memburuk. Meskipun demikian, ekskresi karbondioksida tidak terganggu dan klien akan menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan alkalosis respiratorik.
Selain hal yang telah disebutkan diatas gangguan difusi juga berperan, dan pada fase ini mungkin terjadi peningkatan pintas kanan ke kiri melalui alveoli yang tidak mengalami ventilasi. Pada fase alveolar penuh dengan cairan, semua gambaran menjadi lebih berat dan komplain akan menurun dengan nyata ( Nowak, 2004). Alveoli terisi cairan dan pada saat yang sama aliran darah kedaerah tersebut tetap berlangsung, maka pintas kanan ke kiri aliran darah akan menjadi lebih berat dan menyebabkan hipoksia yang rentan terhadap peningkatan konsentrasi oksigen yang diinspirasi. Kecuali pada keadaan yang amat berat, hiperventilasi dan alkalosis respiratorik akan tetap berlangsung.
Secara radiologis akan tampak gambaran infiltrat alveolar yang tersebar diseluruh paru, terutama daerah parahilar dan basal. Ketika klien dalam keadaan sadar dia akan tampak mengalami sesak nafas hebat dan ditandai dengan takipnea, takikardi, serta sianosis bila pernafasannya tidak dibantu. Keadaan ini disebut sebagai adult respiratory sindrom (ARDS).
- A. Manifestasi klinis
Serangan mendadak yang khas pada edema paru terjadi setelah pasien berbaring selama beberapa jam. Posisi baring akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan memudahkan penyerapan kembali edema dari tungkai. Darah yang beredar menjadi lebih encer dan volumenya bertambah. Tekanan vena meningkat dan atrium kanan terisi lebih cepat. Akibatnya terjadi peningkatan curah ventrikel kanan yang ternyata melebihi curah ventrikel kiri. Pembuluh darah paru membesar oleh darah dan mulai mengalami kebocoran. Sementara pasien mulai merasa gelisah dan cemas.
Terjadi awitan kesulitan bernapas mendadak dan perasaan tercekik. Tangan pasien menjadi dingin dan basah, kuku sianosis, dan warna kulit menjadi abu-abu sampai pucat. Selain itu denyut nadi juga melemah, dan cepat, vena leher menegang. Pasien mulai batuk, dengan mengeluarkan sputum yang banyak. Dengan berkembangnya edema paru, kecemasan berubah menjadi panik. Napas berbunyi dan basah, pasien yang mulai tercekik oleh darah, mengeluarakan cairan berbusa ke bronchi dan trakhea.
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988).
Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru. Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.
- B. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis ditegakkan dengan mengevaluasi manifestai klinis sehubungan dengan kongesti paru. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan antara lain berupa :
- EKG : untuk melihat apakah terdapat sinus takikardi dengan hipertropi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebap gagal jantung, gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia
- Laboratorium
– Analisa Gas Darah : pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah kemudian hiperkapnea
– Enzim jantung : meningkat jika penyebap gagal jantung adalah infark miokard
– Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalis, Enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner
– Foto thorak
Gambaran radiologisnya berupa :
- Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskuler di hilus)
- Corakan paru meningkat ( > 1/3 lateral)
- Kranialisasi vaskuler
- Hilus suram (batas tidak jelas)
– Echokardiography : gambaran penyebap gagal jantung : kelainan katup, hipertopi ventrikel (hipertensi), segemental wall motion abnormally (PJK) umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri/atrium kiri
– Pulmonary Artery Catheter : Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).
- C. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan medis pada pasien dengan Edema Paru akut adalah mengurangi volume sirkulasi total untuk memperbaiki pertukaran gas pernapasan. Tujuan ini dapat dicapai dengan kombinasi terapi oksigen dan terapi medis.
Oksigenasi. Oksigen diberikan dengan konsetrasi yang adekuat untuk mengurangi hipoksia dan dispnea. Bila tanda-tanda hipoksia menetap, oksigen harus diberikan dengan tekanan positif intermiten atau kontinu. Bila terjadi gagal napas, meskipun penatalaksanaan telah optimal, perlu diberikan intubasi endotrakea dan ventilasi mekanis. Penggunaan tekanan positif akhir ekspirasi sangat efektif mengurangi aliran balik vena, menurunkan tekanan kapiler paru, dan memeperbaiki oksigenasi. Oksigenasi dipantau melalui pulse oksimetri dan pengukuran AGD.
Farmakologi. Dilakukan pemberian Morfin secara intravena dalam dosis kecil untuk mengurangi kecemasan dan dispnea serta menurunkan tekanan perifer sehingga darah dapat didistribusikan dari paru ke bagaian tubuh lain. Hal tersebut akan menurunkan tekanan dalam kapiler paru dan mengurangi perembesan cairan ke jaringan paru. Morfin juga bermanfaan dalam menurunkan kecepatan napas.
Morfin tidak boleh diberikan bila edema paru disebapkan oleh cedera vaskuer otak, penyakit paru kronis, atau syok kardiogenik. Pasien harus diawasi bila terjadi depresi pernapasan berat.
Diuretik. Furosemide diberikan secara intravena untuk memberi efek diuretik yang cepat. Furosemide juga mengakibatkan vasodilatasi dan penimbunan darah di pembuluh darah perifer yang pada gilirannya mengurangi jumlah darah yang kembali ke jantung, bahkan sebelum terjadi efek diuretik.
Digitalis. Diberikan untuk meningkatkan kontrakitilitas jantung dan curah ventrikel kiri. Perbaikan kotrakitilitas jantung akan meningkatakan curah jantung, memeperbaiki diuresis dan menurunkan tekanan diastole. Jadi tekanan kapiler paru dan trasnudasi atau perembesan cairan ke alveoli akan berkuarang.
Aminofilin. Bila pasien mengalami wheezing dan terjadi bronkospasme yang berarti, maka perlu diberikan aminofilin untuk merelaksasi bronkospasme. Aminofilin diberikan melalui intravena secara terus menerus dengan dosis sesuai berat badan.
- D. Komplikasi
Pada pasien dengan Edema paru kemungkina untuk terjadi Gagal napas sangat tinggi jika tidak dilakukan penatalaksanaan dengan tepat. Hal ini dikarenakan terjadinya akumulasi cairan pada alveoli yang menyebapkan ketidakmampuan paru untuk melakukan pertukaran gas O2 dan CO2 secara adekuat, sehingga mengakibatkan pasokan Oksigen ke jaringan paru menjadi sedikit.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN EDEMA PARU
- A. Pengkajian
- Identitas pasien
- Keluhan utama : Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma..
- Riwayat penyakit
- Dahulu : Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
- Pemeriksaan fisik
- Sistem pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan. Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru.
- Sistem kardiovaskuler
Subyektif : sakit dada, Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan.
- Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang, Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
- Sistem perkemihan
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
- Sistem perncernaan
Subyektif : mual, kadang muntah, Obyektif` : konsistensi feses normal/diare
- Sistem muskuluskletal
Subyektif : lemah, cepat lelah, Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
- Sistem integumen
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
- Pemeriksaan penunjang
- Hb : menurun/normal
- Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
- Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal
- B. Diagnosa Keperawatan
- Gangguan pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, pengambilan Oksigen tidak adekuat.
- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar sekunder terhadap akumulasi cairan alveoli
- Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen sistemik
- Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan sekuncup jantung
- Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan lemah sekunder terhadap penurunan curah jantung, disfungsi ginjal
- Nyeri berhubungan dengan penurunan suplai oksigen koroner
- Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan perfusi ginjal tidak adekuat
- Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
- Risiko tinggi cedera berhubungan dengan disfungsi saraf motorik
- Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran
- C. Perencanaan keperawatan
- 1. Diganosa : Gangguan pola Napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, pengambilan O2 tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selam —x24 jam diharapkan pola napas kembali efektif dengan kriteria hasil hasil pola napas pasien reguler, tidak tampak adanya retraksi dinding dada, pasien tampak relaks.
Tindakan :
- Monitor jumlah pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan, bunyi paru, tanda vital, warna kulit dan AGD
Rasional : mengetahui status awal pernapasan pasien
- Posisikan semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Rasional : meningkatkan ekspansi paru
- Ajarkan pasien teknik relaksasi napas dalam
Rasional : membantu meningkatkan pemenuhan oksigen
- Berikan oksigen sesuai program
Rasional : mempertahankan oksigen arteri
- Berikan pendidikan kesehatan mengenai perubahan gaya hidup, teknik bernapas, teknik relaksasi.
Rasional : membantu beradaptasi dengan kondisi saat ini.
- 2. Diagnosa : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar sekunder terhadap akumulasi cairan alveoli.
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama —x24 jam diharapkan pertukaran gas kembali adekuat dengan kriteria hasil bunyi napas normal, dan warna kulit normal, eupnea, saturasi oksigen > 95%, pO2 > 80 mmHg, pCO2 < 45 mmHg.
Tindakan :
- Auskultasi lapang paru terhadap bunyi napas, waspadai krekels
Rasional : suara krekels menandakan kongesti cairan alveolar
- Bantu pasien dalam posisi semifowler tinggi
Rasional : meningkatkan pertukaran gas
- Ajarkan teknik napas dalam
Rasional : meningkatkan oksigenasi
- Berikan O2 sesuai program
Rasional : meningkatkan kadar oksigen jaringan
- Kolaborasi dalam pemeriksaan AGD, pantau hasil hipoksemia dan hiperkapnea
Rasional : mengetahui keadaan pasien
- Berikan diuretik sesuai program
Rasional : menurunkan kerja jantung
- Bila diindikasikan, siapkan peralatan kedaruratan dalam keadaan berfungsi
Rasional : mempersiapkan keadaan darurat pasien
- 3. Diagnosa : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen sistemik
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama —x24 jam diharapkan perfusi jaringan pasien adekuat, dengan kriteria hasil nadi normal, kesadaran compos mentis, tidak sianosis dan pucat, akral hangat, TTV dalam batas normal.
Tindakan
- Monitor tanda vital, bunyi jantung, edema, dan tingkat kesadaran
Rasional : data dasar untuk mengetahui perkembangan pasien dan mengetahui status awal kesehatan pasien.
- Pantau terhadap indikator penurunan perfusi serebral
Rasional : menghindari kerusakan otak
- Hindari terjadinya valsava manuver seperti mengedan, menahan napas, dan batuk.
Rasional : mempertahankan pasokan oksigen
- Monitor denyut jantung dan irama
Rasional : mengetahui kelainan jantung
- Berikan oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : meningkatkan perfusi
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemeriksaan AGD, elektrolit, dan darah lengkap
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
- Berikan pendidikan kesehatan seperti proses terapi, perubahan gaya hidup, teknik relaksasi, napas dalam, diet, dan efek obat
Rasional : meningkatkan pengetahuan dan mencegah terjadinya kambuh dan komplikasi
- 4. Diagnosa : penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan sekuncup jantung
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama —x24 jam diharapkan tidak terjadi penurunan curah jantung, dengan kriteria hasil tidak terjadi peningkatan tekanan vena jugularis, EKG normal, Tekanan darah normal, akral hangat, tidak sianosis, TTV dalam batas normal
Tindakan :
- Monitor Tanda-tanda vital
Rasional : indikator keadaan umum pasien
- Auskultasi bunyi jantung, kaji frekuensi dan irama jantung
Rasional : perubahan suara, frekuensi dan irama jantung mengindikasikan penurunan curah jantung
- Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung mempengaruhi kuat dan lemahnya nadi perifer
- Kaji adanya distensi vena jugularis
Rasional : akumulasi cairan menghambat aliran balik vena sehingga terjadi distensi vena jugularis
- Kaji akral dan adanya sianosis atau pucat
Rasional : penurunan curah jantung menyebapkan aliran darah ke perifer menurun
- Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional : menvegah hipoksia
- Berikan cairan Intra Vena sesuai indikasi
Rasional : mencegah terjadinya kekuarangan cairan
BAB IV
PENUTUP
- A. Kesimpulan
Edema paru merupakan suatu keadaan diman terdapat akumulasi cairan pada ekstravaskuler paru yang disebapkan suatu keadaan patologis. Penyebapnya sendiri secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu penyebap yang berasal dari jantung atau sistem kardiovaskuler (kardiogenik) dan penyebap diluar sistem kardiovaskuler (non kardiogenik) yang dapat berasal dari bagaian paru itu sendiri maupun dari bagain tubuh lain.
Gejala awitan dari seseorang yang mengalami Edema paru adalah kesulitan bernapas dan perasaan tercekik. Selain itu, karena terjadi kesulitan bernapas akibat akumulasi cairan tersebut mengakibatkan pertukaran oksigen di paru-paru mengalami penurunan dan berefek pada suplai oksigen di seluruh tubuh. Hal ini dapat mengakibatkan sianosis, pucat, dan tubuh menjadi dingin dan basah.
Untuk penatalaksanaan Edema paru sendiri harus dilakukan segera untuk menghindari terjadinya gagal napas sampai henti napas. Hal ini dilakukan denga memberikan oksigen secar kontinue maupun diberikan intubasi endotrakea. Selain itu dapat pula diberikan obat berupa morfin dalam dosis kecil, obat diuretik dan digitalis.
- B. Saran
Edema merupakan suatu kasus yang jarang terjadi, namun akan sangat fatal akibatnya jika tidak diberikan tindakan segera dan tepat, karena komplikasi yang terjadi berupa gagal napas hingga henti napas. Sehingga sebagai perawat, maupun calon perawat diharapkan mengetahui tindakan yang sesuai dan tepat dalam melakukan perawatan agar tidak terjadi komplikasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddarth : editor). Jakarta : EGC
Tarwanto & Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika
Swearingen. 2000. Keperawatan Medikal Bedah edisi 2. EGC : Jakarta
dr.Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Nanda Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC
Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
http://nsyadi.blogspot.com/2011/12/askep-edema-paru.html (diunduh pada tanggal 28 Mei 2013 pukul 10.44 wita)
http://manafners.wordpress.com/2011/05/15/asuhan-keperawatan-edema-paru/ (diunduh pada tanggal 28 Mei 2013 pukul 10. 55 wita)
http://www.scribd.com/doc/117274362/Pathway-Edema-Paru ( diunduh pada tanggal 28 Mei 2013 pukul 11. 05 wita.
Tinggalkan Balasan